I. LATAR BELAKANG
Perkembangan tipe negara hukum membawa konsekuensi terhadap peran Hukum Administrasi Negara (HAN), karena semakin sedikit campur tangan negara dalam kehidupan masyarakat akan semakin kecil pula peran HAN didalamnya, sebaliknya dengan semakin intensifnya campur tangan tadi akan semakin besar pula peran HAN.
Hal ini sejalan dengan konsep negara welfare state, administrasi negara diwajibkan untuk berperan secara aktif diseluruh segi kehidupan masyarakatnya, maka ini malah merupakan salah satu sipat khas pemerintahan moderen (negara hukum moderen). Maka penulis mencoba ingin membedah bagaimana substansi peran Hukum Administrasi Negara seperti pendapat Wade and Phillips yang memberikan batasan-batasan sebagai berikut :
1. Kaidah hukum yang mengatur bagaimana organ-organ kekuasaan negara menjalankan kekuasaannya.
2. Kaidah hukum yang mengatur hubungan kekuasaan antara lembaga negara (administrasi negara) yang ada, dan antara lembaga negara (administrasi negara) dengan masyarakat (warga negara)
3. Kaidah hukum yang sekaligus memberikan jaminan dan perlindungan baik bagi masyarakat maupun administrasi negara itu sendiri.
Selanjutnya dalam tataran implementasi dari peran administrsi negara sebagai pembatasan kekuasaan dapat dilihat dari instrumen-instrumen HAN yang dipandang dapat menjadikan peran masing-masing seperti pemrintah sebagai pejabat administrasi negara dan masyarakat sebagai konstituen yang harus dilayani oleh pejabat atau fungsi administrasi negara ini harus berjalan dengan seimbang satu sama lain.
Apabila ada gesekan yang berhubungan dengan peran dan pungsi administrasi negara dengan masyarakat maka hukum administrasi negara ini menjadi regulasi yang dapat menyjadi pemecahan masalah agar tidak merugikan salah satu pihak. Agar dapat mempermudah studi kepustakaan ini maka kiranya diperlukan identifikasi masalah untuk memudahkan dalam pembahasannya selanjutnya sebagai berikut: Pertama, Apa yang dimaksud Hukum Administrasi Negara ? Kedua, Bagaimana Peran Sebagai Substansi Hukum Administrasi Negara ?
Untuk hal tersebut maka penulis akan berupaya mengelaborasi materi tersebut dengan tulisan yang berjudul “SISTEM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DALAM KONSEP WELFARE STATE”
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Kekuasaan
Dari sudut etimologi, kekuasaan secara sederhana dan umum diartikan sebagain “kemampuan berbuat dan bertindak” (power is an abnility to do or act). Sedangakan didalam kamus hukum, kekuasaan diberi pengertian sebagai :
“…, is ability on the part of a person to produce a change in a given legal relation by doing a given act,” atau pun juga; “…, is aliberty authority reserved by, or limited to, a person to dispose of real or personal property, for his own benefit, or benefit of others, or enabling one person to dispose of interest which is vested in another,”
Pengertian menurut kamus bahasa dan kamus hukum tersebut memperlihatkan bahwa kekuasaan adalah suatu kemampuan yang terdapat didalam hubungan antar manusiaa (sosial) sebagai wadah penerapan kekuasaan, dapat juga dipahami dan definisi yang dikemukakan oleh Miriam Budiardjo, yaitu : “ …,kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa hingga tingkah laku itu sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempuanyai kekuasaan itu”.
Setiap individu mempunyai beraneka ragam meksud dan tujuan yang hendak diperolehnya dan pelksanaan interaksi sosial. Oleh sebab itu upaya-upaya “mempengaruhi pihak lain” menjadi sentral dari tiap-tiap penyelenggaraan kekuasaan. Bahkan mendasar dari hal itu, kekuasaan sering diasumsikan sebagai nilai yang seolah-olah wajib untuk dipunyai. Dengan demikian pengendalian pihak-pihak lain dari syarat mutlak, yakni terutama dalam rangaka memelihara keselamatan diri maupun harta benda sendiri. Keadaan serupa tercermin pada definisi kekuasaan yang dikemukakan oleh Ossip K. Flechtheim, yakni :
“…,merupakan keseluruhan dari kemampuan, hubungan-hubungan dan proses-proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain…,untuk tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh pemegang kekuasaan”.
Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, kiranya dapat diketahui beberapa hal esensial tentang kekuasaan, yaitu sebagai berikut :
1. Merupakan kemampuan untuk mempengaruhi atau pengendalikan pihak lain;
2. Terdapat di dalam suatu interaksi sosial;
3. Mencakup seluruh hubungan dan proses yang terdapat pada interaksi sosial;
4. Mengandung aspek paksaan (memaksa); serta
5. Mempunyai maksud dan tujuan penyelenggaraan.
Selanjutnya, apakah yang dimaksus dengan kekuasaan negara ? negara sering dipandang sebagai interaksi kekuasaan. Disamping pandangan tersebut masih terdapat pengertian-pengertian lain tentang negara. Dari sekian banyak pengertian dapat disebutkan setidaknya tiga pengertian negara, yaitu :
1. the organization of sosial life which exersice sovereign power in behalf of the people;
2. A body of people accupying a definite territory and politically organized under one government; atau juga
3. A territorial unit with a distinc general body of law.
Bedasarkan pengertian diatas, secara etimologi, kekuasaan negara dapat kiranya diartikan sebagai “kemampuan organisasi kehidupan sosial dalam suatu wilayah untuk memaksa seluruh golongan dan kelompok sosial dalam suatu wilayah untuk memaksa seluruh golongan dan kelompok sosial yang ada, secara sah berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum untuk mecapai tujuan kehidupan bersama yang ditetapkan sebelumnya”. Pihak atau organ yang menyelenggarakan kekuasaan negara adalah pemerintah, baik dalam arti sempit – terbatas hanya adminstrasi negara (lembaga eksekutif) – maupun dalam arti luas – meliputi seluruh badan kenegaraan yang terdapat di dalam negara.
Kekuasaan, menurut pakar sosiologi – politik, berasal dari lima sumber, yaitu :
1. Kekuatan (kekerasan) fisik;
2. Kedudukan atau jabatan;
3. Kekayaan;
4. Kepercayaan atau keyakinan;
5. Ketrampilan dan keahlian.
B. Sumber Kekuasaan Administrasi Negaera
Pembahasan sumber kekuasaan negara ini akan sangat menarik apabila kita coba telusuri dari paham-paham yang pernah ada, sumber kekuasaan negara ataupun kekuasaan yang dimiliki penguasa (penyelenggara) negara, dapat dipahami melalui lima teori (paham) kedaulatan. Kelima paham diatas, sumber kekuasaan negara taupun kekuasaan yang dimiliki penguasa (penyelenggara) negara, dapat dipahami melalui lima teori (paham) kedaulatan. Kelima paham kedaulatan tersebut adalah :
1 Paham Kedaulatan Tuhan
Terdapat daua klasifikaasi paham kedaulatan Tuhan, yang masing-masingnya diwakili oleh pandangan Augustinus (klasik) serta Thomas Aquinas (hukum moderat; modern). Meski menyiratkan perbedaan tertentu, namun kedua mengasumsikan bahwa kekuasaan negara adalah berasal dari Sang Pencipta (Tuhan). Sebagai konsekuensi logisnya, masyarakat berhak menolak (tidak mentaati) berbagai perintah dari penguasa yang melanggar ketentuan atau norma moral dan keadilan yang dikehendaki oleh Tuhan Allah;
2 Paham Kedaulatan Raja
Kekuasaan dimiliki oleh penguasa negara (raja) karena keabsolutan negara, yang digambarkan Thomas Hobbes sebagai “leviathan” – makhluk yang kaut tanpa tandingan. Oleh sebab itu negara dapat memastikan dan memaksakan ketaatan masyarakat terhadap berbagai peraturan yang ditetapkannya. Keabsolutan sifat dari negara mengakibatkan warga masyarakat sama sekali tidak memiliki hak apapun terhadap negara;
3 Paham Kedaulatan Negara
Menurut paham kedaulatan negara, bahwa kekuasaan yang terdapat di dalam negara merupakan resultan dari kodrat alam. Oleh inspirator paham ini – antara lain, George Jellineck dan Paul Laband – dikemukakan bahwa kekuasaan penguasa adalah yang tertinggi. Setiap perintah dari penguasa negara yang dimanisfestasikan dalam hukum haruslah ditaati oleh masyarakat;
4 Paham Kedaulatan Rakyat
Paham ini dipelopori oleh Jean Jacques Rousseau, John Locke dan Montesquieu. Secara garis besarnya, menurut mereka, kekuasaan negara yang diselenggarakan oleh para penguasa adalah berasal dari rakyat. Hal tersebut dimungkinkan karena negara pada hakekatnya adalah produk dari perjanjian di antara masyarakat. Sebagai konsekuensinya, bahwa setiap hukum akan mengikat sepanjang itu disetujui oleh rakyat;
5 Paham Kedaulatan Hukum
Kekuasaan tertinggi di dalam negara, menurut paham yang dipelopori oleh Immanuel Kant serta Leon Duguit, bukan bersumber dari Allah, Raja, Negara ataupun Rakyat. Segala kekuasaan negara yang diselenggarakan penguasa maupun oleh rakyat, pada dasarnya berasal dari hukum. Konsokuensinya, bahwa kekuasaan yang diperoleh tidakberdasarkan hukum dipandang tidak sah dan tidak perlu ditaati.
III. HUKUM ADMINISTRASI DAN NEGARA WELFARE STATE
A. Pengertian Hukum Administrasi Negara
Sebagai bagian dari ilmu hukum, baik substansi maupun pengertian hukum administrasi negara terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Di abad pertengahan, misalnya, hukum administrasi negara banyak diberi pengertian sebagai aturan-aturan hukum yang harus diperhatikan oleh perlengkapan negara didalam menjalankan pekerjaan tugasnya. Pengertian tersebut kemudian berkembang menjadi serangkaian aturan hukum yang mengatur cara bagaimana administrasi negara menjalankan fungsinya, yakni pada awal abad 20. Perkembangan pengertian itu terjadi disebabkan semakin kompleksnya fungsi-fungsi pemerintah yang diselenggarakan oleh administrasi negara.
Berbagai perkembangan dalam kehidupan masyarakat yang mempengaruhi fungsi-fungsi adminstrasi negara cukup berpengaruh pada batasan pengertian yang dikemukakan kalangan ilmuwan hukum. Berikut ini akan dikemukakan definisi hukum administrasi negara dari beberapa sarjana hukum.
Menurut de La Bassecour Caan, bahwa yang dimaksud dengan hukum administrasi negara adalah :
“himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab maka negara berfungsi (beraksi). Maka peraturan-peraturan itu mengatur hubungan-hubungan antar tiap-tiap warga (negara) dengan pemerintahnya”.
Kemudian oleh Van Vollenhoven disebutkan bahwa, “Hukum adminstrasi negara adalah suatau gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun yang rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenangnya yang diberikan kepadanya oleh hukum tata negara”.
Melalui batasan pengertian yang dikemukakannya, Van Vollenhoven hendak memaparkan bahwa HAN merupakan kelanjutan dari HTN. Hukum Administrasi Negara menggambarkan pada kita tentang negara dalam keadaaan bergerak (staats in berweging).
Sedangkan menurut J.H.A. Logemann, hukum administrasi negara adalah :
“ hukum mengenai hubungan-hubungan antara jabatan-jabatan satu dengan yang lainnya, serta hukum antara jabatan-jabatan negara itu dengan para warga masyarakat.”
Meskipun didefinisikan secara beraneka ragam, tetapi dari pendapat ketiga sarjana tersebut dapat dipahami setidaknya dua hal essensial tentang hukum administrasi negara, yaitu :
1 Merupakan aturan hukum yang mengatur dan menyebabkan negara berfungsi;
2 Merupakan aturan hukum yang mengatur hubungan antara administrasi negara dengan masyarakat.
Keanekaragaman pengertian yang diberikan terhadap hukum adminstrasi negara juga ditemikan di antar pakar hukum di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada beberapa pengertian berikut ini.
Hukum administrasi negara, atau yang disebut sebagai hukum pemerintahan, menurut E. Utrecht adalah :
“menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat (ambtsdragers) administrasi negar melakukan tugas mereka yang khusus”.
Selanjutnya oleh Muchsan, hukum adminstrasi negara dirumuskan sebagai “hukum mengenai struktur dan kefungsian administrasi negara”. Dengan demikian, hematnya, hukum adminstrasi negara dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu :
1. Sebagai HAN, hukum mengenai operasi dan pengendalian kekuasaan adminstrasi, ataupun pengawasan terhadap penguasa-penguasa administrasi;
2. Sebagai hukum buatan administrasi, maka HAN merupakan hukum yang menjadi pedoman dalam penyelenggaraan UU.
Di satu bagian lain, Prajudi Atmosudirdjo berpendapat bahwa hukum administrasi negara adalah : “hukum yang mengenai pemerintah beserta aparatnya yang terpenting yakni administrasi negara”, atau merupakan : “hukum yang mengatur wewenang, tugas, fungsi dan tingkah laku para Pejabat Administrasi Negara yang bonafide, artinya : yang tertib, sopan, berlaku adil dan objektif, jujur, efisien dan fair (sportif)”.
Pada bagian lain, menurutnya, bahwa hukum administrasi negara pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua klasifikasi, yakni :
1 HAN heteronom, merupakan hukum yang mengatur seluk beluk administrasi negara, mencakup tentang :
a. Dasar-dasar prinsip-prinsip umum administrasi negara
b. Organisasi administrasi negara, termasuk juga pengertian dekonsentrasi dan desentralisasi;
c. Berbagai aktivitas dari administrasi negara;
d. Seluruh sarana administrasi negara; serta
e. Badan peradilan administrasi.
2. HAN otonom, merupakan hukum yang dibentuk oleh administrasi negara sendiri.
B. Perluasan Kekuasaan Administrasi Negara
Negara hukum modern telah terjadi suatu peluasan kekuasaan yang dimiliki administrasi negara. Perluasan tersebut tidak hanya dibidang penyelenggaraan pemerintahan saja, akan tetapi juga mencakup bidang pembuatan perundang-undangan (materiil) dan bidang peradilan (voluntaire juridictie).
Mengingat argumentasi teoritis maupun praktis yang menegaskan bahwasanya suatu kekuasaan cenderung diselewengkan, apalagi jika kekuasaan itu sedemikian luas dimiliki, maka sudah tentu dibutuhkan upaya pembatasan terhadapnya. Bagi negara kesejahteraan (welfare state), pembatasan itu akan sangat mendukung pencapaian hasil-hasil yang lebih baik dan mantap dari pelaksanaan fungsi bestuurszorg.
C. Penyelenggaraan Pemerintahan Welfare – State
Konsep welfare state atau sosial service-state, yaitu negara yang pemerintahannya bertanggung jawab penuh untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar sosial dan ekonomi dari setiap warga negara agar mencapai suatu standar hidup yang minimal, 21 merupakan anti-tesis dari konsep “negara penjaga malam” (nachtwakerstaat) yang tumbuh dan berkembang di abad ke 18 hingga pertengahan abad ke 19.
Didalam negara penjaga malam atau negara hukum dalam arti sempit (rechtstaat in engere zin). Pemerintah hanya pempertahankan dan melindungi ketertiban sosial serta ekonomi berlandaskan asas “laissez faire, laissez aller”. Negara dilarang keras untuk mencampuri perekonomian maupun bidang kehidupan sosial lainnya. Dengan perkataan lain, administrasi negara bertugas (berfungsi) untuk mempertahankan suatu staatsonthouding, yakni prinsip pemisahan negara dari kehidupasn sosial – ekonomi masyarakat. Dalam konsep welfare state, administrasi negara diwajibkan untuk berperan secara aktif di seluruh segi kehidupan masyarakatnya. Dengan begitu sifat khas dari suatu pemerintahan modern (negara hukum modern) adalah, terdapatnya pengakuan dan penerimaan terhadap peranan-peranan yang dilakukannya sehingga suatu kekuatan yang aktif dalam rangka membentuk (menciptakan) kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan fungsinya.
Perkembangan masa yang berlangsung mengakibatkan perubahan secara mendasar atas peranan dan fungsi-fungsi yang diselenggarakan pemerintah. Negara selaku integritas kekuasaan massa, sudah tentu membutuhkan suatu tingkat kestabilan khusus dalam sistem sosialnya untuk tetap dapat mempertahankan keseimbangan antara peranan atau penyelenggaraan fungsi-fungsinya dengan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Dalam upaya mencapai hal tetrsebut, tidak saja diperlukan keselarasan atas tujuan-tujuan yang dikehendaki oleh kelompok-kelompok sosial maupun kelompok–kelompok ekonomi yang terdapat pada negara, akan tetapi juga kreativitas untuk menciptakan secara terarah berbagai kondisi kesejahteraan sosial yang dikehendaki masyarakat.
Sebagai konsekuensi dari melekatnya fungsi servis publik (bestuuszorg), maka administrasi negara makin dipaksa untuk menerima tanggung jawab positif dalam hal menciptakan dan mendistribusikan tingkat pendapatan maupun kekayaan, serta menyediakan program kesejahteraan rakyat. Hal tersebut khususnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, perlakuan hukum yang sama, jaminan sosial. Melalui upaya-upaya itu eksistensi pemerintah hampir diseluruh dunia, tumbuh menjadi suatu pemerintah yang besar dan kuat, baik itu didalam runag lingkup fungsi maupun jumlah personal yang dibutuhkannya untuk melaksanakan tanggung jawabnya.
Setidak-tidaknya ada dua masalah penting akibat terjadnya perkembangan peranan dan fungsi administrasi negara. Pertama, dengan makin pesatnya pertambahan jumlah personal penyelenggara fungsi servis publik, maka diasumsikan akan terjadi peningkatan jumlah korban sebagai akibat penekanan rejim pemerintah. Hubungan asumsi seperti itu, mungkin, cukup tercermin dari kecenderungan semakin tingginya penyelewengan – tindakan yang merugikan rakyat- dalam mencapai atau mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Kedua, yakni masalah yang jauh lebih mengkhawatirkan, adalah kemungkinan terjadinya pemusatan kekuasaan pada administrasi negara. Kemungkinan tersebut lebih terbuka dengan diberikannya suatu “kebebasan” untuk bertindak atas inisiatif sendiri (freies ermessen; pouvoir discretionnaire) guna menyelesaikan permasalahan yang sdang dihadapi dan perlu segera diselesaikan.
IV. P E N U T U P
Dari analisis yang dilakukan terhadap masalah-masalah yang dikemukakan, dapat ditemukan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Hukum Administrasi Negara (HAN) sangat penting dan dibutuhkan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara oleh administrasi negara. Keberadaan hukum administrasi negara tersebut adalah dalam satu visi. Di satu bagian hukum administrasi negara berperan mengatur wewenang, tugas dan fungsi administrasi negara berperan mengatur wewenang, tugas dan fungsi administrasi negara. Sedangkan pada bagian lain, hukum administrasi negara berperan membatasi kekuasaan yang diselenggarakan oleh administrasi negara;
2. Hukum administrasi negara mengakibatkan sikap tindak administrasi negara harus senantiasa rechtmatige dan wetmatige.
3. Di dalam pemerintahan welfare state, hukum administrasi negara berperan menyelaraskan seluruh sikap tindak dan penggunaan kekuasaan negara oleh administrasi negara, dengan nilai-nilai kemanusiaan dari segenap anggota masyarakat.
Perkembangan tipe negara hukum membawa konsekuensi terhadap peran Hukum Administrasi Negara (HAN), karena semakin sedikit campur tangan negara dalam kehidupan masyarakat akan semakin kecil pula peran HAN didalamnya, sebaliknya dengan semakin intensifnya campur tangan tadi akan semakin besar pula peran HAN.
Hal ini sejalan dengan konsep negara welfare state, administrasi negara diwajibkan untuk berperan secara aktif diseluruh segi kehidupan masyarakatnya, maka ini malah merupakan salah satu sipat khas pemerintahan moderen (negara hukum moderen). Maka penulis mencoba ingin membedah bagaimana substansi peran Hukum Administrasi Negara seperti pendapat Wade and Phillips yang memberikan batasan-batasan sebagai berikut :
1. Kaidah hukum yang mengatur bagaimana organ-organ kekuasaan negara menjalankan kekuasaannya.
2. Kaidah hukum yang mengatur hubungan kekuasaan antara lembaga negara (administrasi negara) yang ada, dan antara lembaga negara (administrasi negara) dengan masyarakat (warga negara)
3. Kaidah hukum yang sekaligus memberikan jaminan dan perlindungan baik bagi masyarakat maupun administrasi negara itu sendiri.
Selanjutnya dalam tataran implementasi dari peran administrsi negara sebagai pembatasan kekuasaan dapat dilihat dari instrumen-instrumen HAN yang dipandang dapat menjadikan peran masing-masing seperti pemrintah sebagai pejabat administrasi negara dan masyarakat sebagai konstituen yang harus dilayani oleh pejabat atau fungsi administrasi negara ini harus berjalan dengan seimbang satu sama lain.
Apabila ada gesekan yang berhubungan dengan peran dan pungsi administrasi negara dengan masyarakat maka hukum administrasi negara ini menjadi regulasi yang dapat menyjadi pemecahan masalah agar tidak merugikan salah satu pihak. Agar dapat mempermudah studi kepustakaan ini maka kiranya diperlukan identifikasi masalah untuk memudahkan dalam pembahasannya selanjutnya sebagai berikut: Pertama, Apa yang dimaksud Hukum Administrasi Negara ? Kedua, Bagaimana Peran Sebagai Substansi Hukum Administrasi Negara ?
Untuk hal tersebut maka penulis akan berupaya mengelaborasi materi tersebut dengan tulisan yang berjudul “SISTEM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DALAM KONSEP WELFARE STATE”
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Kekuasaan
Dari sudut etimologi, kekuasaan secara sederhana dan umum diartikan sebagain “kemampuan berbuat dan bertindak” (power is an abnility to do or act). Sedangakan didalam kamus hukum, kekuasaan diberi pengertian sebagai :
“…, is ability on the part of a person to produce a change in a given legal relation by doing a given act,” atau pun juga; “…, is aliberty authority reserved by, or limited to, a person to dispose of real or personal property, for his own benefit, or benefit of others, or enabling one person to dispose of interest which is vested in another,”
Pengertian menurut kamus bahasa dan kamus hukum tersebut memperlihatkan bahwa kekuasaan adalah suatu kemampuan yang terdapat didalam hubungan antar manusiaa (sosial) sebagai wadah penerapan kekuasaan, dapat juga dipahami dan definisi yang dikemukakan oleh Miriam Budiardjo, yaitu : “ …,kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa hingga tingkah laku itu sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempuanyai kekuasaan itu”.
Setiap individu mempunyai beraneka ragam meksud dan tujuan yang hendak diperolehnya dan pelksanaan interaksi sosial. Oleh sebab itu upaya-upaya “mempengaruhi pihak lain” menjadi sentral dari tiap-tiap penyelenggaraan kekuasaan. Bahkan mendasar dari hal itu, kekuasaan sering diasumsikan sebagai nilai yang seolah-olah wajib untuk dipunyai. Dengan demikian pengendalian pihak-pihak lain dari syarat mutlak, yakni terutama dalam rangaka memelihara keselamatan diri maupun harta benda sendiri. Keadaan serupa tercermin pada definisi kekuasaan yang dikemukakan oleh Ossip K. Flechtheim, yakni :
“…,merupakan keseluruhan dari kemampuan, hubungan-hubungan dan proses-proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain…,untuk tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh pemegang kekuasaan”.
Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, kiranya dapat diketahui beberapa hal esensial tentang kekuasaan, yaitu sebagai berikut :
1. Merupakan kemampuan untuk mempengaruhi atau pengendalikan pihak lain;
2. Terdapat di dalam suatu interaksi sosial;
3. Mencakup seluruh hubungan dan proses yang terdapat pada interaksi sosial;
4. Mengandung aspek paksaan (memaksa); serta
5. Mempunyai maksud dan tujuan penyelenggaraan.
Selanjutnya, apakah yang dimaksus dengan kekuasaan negara ? negara sering dipandang sebagai interaksi kekuasaan. Disamping pandangan tersebut masih terdapat pengertian-pengertian lain tentang negara. Dari sekian banyak pengertian dapat disebutkan setidaknya tiga pengertian negara, yaitu :
1. the organization of sosial life which exersice sovereign power in behalf of the people;
2. A body of people accupying a definite territory and politically organized under one government; atau juga
3. A territorial unit with a distinc general body of law.
Bedasarkan pengertian diatas, secara etimologi, kekuasaan negara dapat kiranya diartikan sebagai “kemampuan organisasi kehidupan sosial dalam suatu wilayah untuk memaksa seluruh golongan dan kelompok sosial dalam suatu wilayah untuk memaksa seluruh golongan dan kelompok sosial yang ada, secara sah berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum untuk mecapai tujuan kehidupan bersama yang ditetapkan sebelumnya”. Pihak atau organ yang menyelenggarakan kekuasaan negara adalah pemerintah, baik dalam arti sempit – terbatas hanya adminstrasi negara (lembaga eksekutif) – maupun dalam arti luas – meliputi seluruh badan kenegaraan yang terdapat di dalam negara.
Kekuasaan, menurut pakar sosiologi – politik, berasal dari lima sumber, yaitu :
1. Kekuatan (kekerasan) fisik;
2. Kedudukan atau jabatan;
3. Kekayaan;
4. Kepercayaan atau keyakinan;
5. Ketrampilan dan keahlian.
B. Sumber Kekuasaan Administrasi Negaera
Pembahasan sumber kekuasaan negara ini akan sangat menarik apabila kita coba telusuri dari paham-paham yang pernah ada, sumber kekuasaan negara ataupun kekuasaan yang dimiliki penguasa (penyelenggara) negara, dapat dipahami melalui lima teori (paham) kedaulatan. Kelima paham diatas, sumber kekuasaan negara taupun kekuasaan yang dimiliki penguasa (penyelenggara) negara, dapat dipahami melalui lima teori (paham) kedaulatan. Kelima paham kedaulatan tersebut adalah :
1 Paham Kedaulatan Tuhan
Terdapat daua klasifikaasi paham kedaulatan Tuhan, yang masing-masingnya diwakili oleh pandangan Augustinus (klasik) serta Thomas Aquinas (hukum moderat; modern). Meski menyiratkan perbedaan tertentu, namun kedua mengasumsikan bahwa kekuasaan negara adalah berasal dari Sang Pencipta (Tuhan). Sebagai konsekuensi logisnya, masyarakat berhak menolak (tidak mentaati) berbagai perintah dari penguasa yang melanggar ketentuan atau norma moral dan keadilan yang dikehendaki oleh Tuhan Allah;
2 Paham Kedaulatan Raja
Kekuasaan dimiliki oleh penguasa negara (raja) karena keabsolutan negara, yang digambarkan Thomas Hobbes sebagai “leviathan” – makhluk yang kaut tanpa tandingan. Oleh sebab itu negara dapat memastikan dan memaksakan ketaatan masyarakat terhadap berbagai peraturan yang ditetapkannya. Keabsolutan sifat dari negara mengakibatkan warga masyarakat sama sekali tidak memiliki hak apapun terhadap negara;
3 Paham Kedaulatan Negara
Menurut paham kedaulatan negara, bahwa kekuasaan yang terdapat di dalam negara merupakan resultan dari kodrat alam. Oleh inspirator paham ini – antara lain, George Jellineck dan Paul Laband – dikemukakan bahwa kekuasaan penguasa adalah yang tertinggi. Setiap perintah dari penguasa negara yang dimanisfestasikan dalam hukum haruslah ditaati oleh masyarakat;
4 Paham Kedaulatan Rakyat
Paham ini dipelopori oleh Jean Jacques Rousseau, John Locke dan Montesquieu. Secara garis besarnya, menurut mereka, kekuasaan negara yang diselenggarakan oleh para penguasa adalah berasal dari rakyat. Hal tersebut dimungkinkan karena negara pada hakekatnya adalah produk dari perjanjian di antara masyarakat. Sebagai konsekuensinya, bahwa setiap hukum akan mengikat sepanjang itu disetujui oleh rakyat;
5 Paham Kedaulatan Hukum
Kekuasaan tertinggi di dalam negara, menurut paham yang dipelopori oleh Immanuel Kant serta Leon Duguit, bukan bersumber dari Allah, Raja, Negara ataupun Rakyat. Segala kekuasaan negara yang diselenggarakan penguasa maupun oleh rakyat, pada dasarnya berasal dari hukum. Konsokuensinya, bahwa kekuasaan yang diperoleh tidakberdasarkan hukum dipandang tidak sah dan tidak perlu ditaati.
III. HUKUM ADMINISTRASI DAN NEGARA WELFARE STATE
A. Pengertian Hukum Administrasi Negara
Sebagai bagian dari ilmu hukum, baik substansi maupun pengertian hukum administrasi negara terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Di abad pertengahan, misalnya, hukum administrasi negara banyak diberi pengertian sebagai aturan-aturan hukum yang harus diperhatikan oleh perlengkapan negara didalam menjalankan pekerjaan tugasnya. Pengertian tersebut kemudian berkembang menjadi serangkaian aturan hukum yang mengatur cara bagaimana administrasi negara menjalankan fungsinya, yakni pada awal abad 20. Perkembangan pengertian itu terjadi disebabkan semakin kompleksnya fungsi-fungsi pemerintah yang diselenggarakan oleh administrasi negara.
Berbagai perkembangan dalam kehidupan masyarakat yang mempengaruhi fungsi-fungsi adminstrasi negara cukup berpengaruh pada batasan pengertian yang dikemukakan kalangan ilmuwan hukum. Berikut ini akan dikemukakan definisi hukum administrasi negara dari beberapa sarjana hukum.
Menurut de La Bassecour Caan, bahwa yang dimaksud dengan hukum administrasi negara adalah :
“himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab maka negara berfungsi (beraksi). Maka peraturan-peraturan itu mengatur hubungan-hubungan antar tiap-tiap warga (negara) dengan pemerintahnya”.
Kemudian oleh Van Vollenhoven disebutkan bahwa, “Hukum adminstrasi negara adalah suatau gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun yang rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenangnya yang diberikan kepadanya oleh hukum tata negara”.
Melalui batasan pengertian yang dikemukakannya, Van Vollenhoven hendak memaparkan bahwa HAN merupakan kelanjutan dari HTN. Hukum Administrasi Negara menggambarkan pada kita tentang negara dalam keadaaan bergerak (staats in berweging).
Sedangkan menurut J.H.A. Logemann, hukum administrasi negara adalah :
“ hukum mengenai hubungan-hubungan antara jabatan-jabatan satu dengan yang lainnya, serta hukum antara jabatan-jabatan negara itu dengan para warga masyarakat.”
Meskipun didefinisikan secara beraneka ragam, tetapi dari pendapat ketiga sarjana tersebut dapat dipahami setidaknya dua hal essensial tentang hukum administrasi negara, yaitu :
1 Merupakan aturan hukum yang mengatur dan menyebabkan negara berfungsi;
2 Merupakan aturan hukum yang mengatur hubungan antara administrasi negara dengan masyarakat.
Keanekaragaman pengertian yang diberikan terhadap hukum adminstrasi negara juga ditemikan di antar pakar hukum di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada beberapa pengertian berikut ini.
Hukum administrasi negara, atau yang disebut sebagai hukum pemerintahan, menurut E. Utrecht adalah :
“menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat (ambtsdragers) administrasi negar melakukan tugas mereka yang khusus”.
Selanjutnya oleh Muchsan, hukum adminstrasi negara dirumuskan sebagai “hukum mengenai struktur dan kefungsian administrasi negara”. Dengan demikian, hematnya, hukum adminstrasi negara dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu :
1. Sebagai HAN, hukum mengenai operasi dan pengendalian kekuasaan adminstrasi, ataupun pengawasan terhadap penguasa-penguasa administrasi;
2. Sebagai hukum buatan administrasi, maka HAN merupakan hukum yang menjadi pedoman dalam penyelenggaraan UU.
Di satu bagian lain, Prajudi Atmosudirdjo berpendapat bahwa hukum administrasi negara adalah : “hukum yang mengenai pemerintah beserta aparatnya yang terpenting yakni administrasi negara”, atau merupakan : “hukum yang mengatur wewenang, tugas, fungsi dan tingkah laku para Pejabat Administrasi Negara yang bonafide, artinya : yang tertib, sopan, berlaku adil dan objektif, jujur, efisien dan fair (sportif)”.
Pada bagian lain, menurutnya, bahwa hukum administrasi negara pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua klasifikasi, yakni :
1 HAN heteronom, merupakan hukum yang mengatur seluk beluk administrasi negara, mencakup tentang :
a. Dasar-dasar prinsip-prinsip umum administrasi negara
b. Organisasi administrasi negara, termasuk juga pengertian dekonsentrasi dan desentralisasi;
c. Berbagai aktivitas dari administrasi negara;
d. Seluruh sarana administrasi negara; serta
e. Badan peradilan administrasi.
2. HAN otonom, merupakan hukum yang dibentuk oleh administrasi negara sendiri.
B. Perluasan Kekuasaan Administrasi Negara
Negara hukum modern telah terjadi suatu peluasan kekuasaan yang dimiliki administrasi negara. Perluasan tersebut tidak hanya dibidang penyelenggaraan pemerintahan saja, akan tetapi juga mencakup bidang pembuatan perundang-undangan (materiil) dan bidang peradilan (voluntaire juridictie).
Mengingat argumentasi teoritis maupun praktis yang menegaskan bahwasanya suatu kekuasaan cenderung diselewengkan, apalagi jika kekuasaan itu sedemikian luas dimiliki, maka sudah tentu dibutuhkan upaya pembatasan terhadapnya. Bagi negara kesejahteraan (welfare state), pembatasan itu akan sangat mendukung pencapaian hasil-hasil yang lebih baik dan mantap dari pelaksanaan fungsi bestuurszorg.
C. Penyelenggaraan Pemerintahan Welfare – State
Konsep welfare state atau sosial service-state, yaitu negara yang pemerintahannya bertanggung jawab penuh untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar sosial dan ekonomi dari setiap warga negara agar mencapai suatu standar hidup yang minimal, 21 merupakan anti-tesis dari konsep “negara penjaga malam” (nachtwakerstaat) yang tumbuh dan berkembang di abad ke 18 hingga pertengahan abad ke 19.
Didalam negara penjaga malam atau negara hukum dalam arti sempit (rechtstaat in engere zin). Pemerintah hanya pempertahankan dan melindungi ketertiban sosial serta ekonomi berlandaskan asas “laissez faire, laissez aller”. Negara dilarang keras untuk mencampuri perekonomian maupun bidang kehidupan sosial lainnya. Dengan perkataan lain, administrasi negara bertugas (berfungsi) untuk mempertahankan suatu staatsonthouding, yakni prinsip pemisahan negara dari kehidupasn sosial – ekonomi masyarakat. Dalam konsep welfare state, administrasi negara diwajibkan untuk berperan secara aktif di seluruh segi kehidupan masyarakatnya. Dengan begitu sifat khas dari suatu pemerintahan modern (negara hukum modern) adalah, terdapatnya pengakuan dan penerimaan terhadap peranan-peranan yang dilakukannya sehingga suatu kekuatan yang aktif dalam rangka membentuk (menciptakan) kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan fungsinya.
Perkembangan masa yang berlangsung mengakibatkan perubahan secara mendasar atas peranan dan fungsi-fungsi yang diselenggarakan pemerintah. Negara selaku integritas kekuasaan massa, sudah tentu membutuhkan suatu tingkat kestabilan khusus dalam sistem sosialnya untuk tetap dapat mempertahankan keseimbangan antara peranan atau penyelenggaraan fungsi-fungsinya dengan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Dalam upaya mencapai hal tetrsebut, tidak saja diperlukan keselarasan atas tujuan-tujuan yang dikehendaki oleh kelompok-kelompok sosial maupun kelompok–kelompok ekonomi yang terdapat pada negara, akan tetapi juga kreativitas untuk menciptakan secara terarah berbagai kondisi kesejahteraan sosial yang dikehendaki masyarakat.
Sebagai konsekuensi dari melekatnya fungsi servis publik (bestuuszorg), maka administrasi negara makin dipaksa untuk menerima tanggung jawab positif dalam hal menciptakan dan mendistribusikan tingkat pendapatan maupun kekayaan, serta menyediakan program kesejahteraan rakyat. Hal tersebut khususnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, perlakuan hukum yang sama, jaminan sosial. Melalui upaya-upaya itu eksistensi pemerintah hampir diseluruh dunia, tumbuh menjadi suatu pemerintah yang besar dan kuat, baik itu didalam runag lingkup fungsi maupun jumlah personal yang dibutuhkannya untuk melaksanakan tanggung jawabnya.
Setidak-tidaknya ada dua masalah penting akibat terjadnya perkembangan peranan dan fungsi administrasi negara. Pertama, dengan makin pesatnya pertambahan jumlah personal penyelenggara fungsi servis publik, maka diasumsikan akan terjadi peningkatan jumlah korban sebagai akibat penekanan rejim pemerintah. Hubungan asumsi seperti itu, mungkin, cukup tercermin dari kecenderungan semakin tingginya penyelewengan – tindakan yang merugikan rakyat- dalam mencapai atau mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Kedua, yakni masalah yang jauh lebih mengkhawatirkan, adalah kemungkinan terjadinya pemusatan kekuasaan pada administrasi negara. Kemungkinan tersebut lebih terbuka dengan diberikannya suatu “kebebasan” untuk bertindak atas inisiatif sendiri (freies ermessen; pouvoir discretionnaire) guna menyelesaikan permasalahan yang sdang dihadapi dan perlu segera diselesaikan.
IV. P E N U T U P
Dari analisis yang dilakukan terhadap masalah-masalah yang dikemukakan, dapat ditemukan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Hukum Administrasi Negara (HAN) sangat penting dan dibutuhkan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara oleh administrasi negara. Keberadaan hukum administrasi negara tersebut adalah dalam satu visi. Di satu bagian hukum administrasi negara berperan mengatur wewenang, tugas dan fungsi administrasi negara berperan mengatur wewenang, tugas dan fungsi administrasi negara. Sedangkan pada bagian lain, hukum administrasi negara berperan membatasi kekuasaan yang diselenggarakan oleh administrasi negara;
2. Hukum administrasi negara mengakibatkan sikap tindak administrasi negara harus senantiasa rechtmatige dan wetmatige.
3. Di dalam pemerintahan welfare state, hukum administrasi negara berperan menyelaraskan seluruh sikap tindak dan penggunaan kekuasaan negara oleh administrasi negara, dengan nilai-nilai kemanusiaan dari segenap anggota masyarakat.