Kamis, 05 November 2009

Surat Kuasa Untuk Beracara Di PTUN

Surat kuasa merupakan suatu persetujuan dengan mana seseorang memberikan kuasa pada orang lain, yang menerimanya untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Didalam surat kuasa terdapat unsur pemberian kewenangan kepada seorang atau beberapa orang, baik
sendiri-sendiri atau secara bersama-sama untuk menyelenggarakan suatu urusan pemberi kuasa. Bentuk pemberian kuasa dapat berupa pemberian kuasa secara umum ataupun secara khusus.

Perlu diketahui bahwasanya penunjukan kuasa hukum di PTUN sifatnya tidak wajib. Fungsi kuasa hukum merupakan alternatif, apakah kuasa hukum itu mendampingi dalam perkara atau mewakili dalam sengketa di Pengadilan. Pemberian kuasa hanya dapat diberikan kepada seseorang atau beberapa (atau banyak) orang yang memiliki ijin beracara di Pengadilan (dalam hal ini adalah advokat). Jaksa selaku Pengacara Negara, atau Pejabat Administarsi Negara yang dikuasakan untuk itu dapat pula berkedudukan sebagai Kuasa Hukum dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang berkedudukan sebagai tergugat.

Cara pemberian kuasa dapat dilakukan melalui surat kuasa khusus (tidak diperkenankan surat kuasa yang sifatnya umum) atau secara lisan dipersidangan. Jika surat kuasa diberikan secara tertulis, maka surat kuasa wajib dilampirkan dalam surat gugatan atau diserahkan dalam persidangan. Apabila tindakan penerima kuasa telah melampaui batas kewenangan yang
dikuasakan kepadanya, maka pemberi kuasa dapat mengajukan pembatalan kepada Hakim atas tindakan tersebut dan untuk selanjutnya tindakan kuasa hukum tersebut dicoret dari Berita Acara Persidangan.

Adapun elemen dari Surat Kuasa adalah sebagai berikut:
· Titel -> disebutkan “Surat Kuasa”, bagian tengah “khusus”.
· Identitas pemberi kuasa (nama,umur,pekerjaan, alamat)
· Identitas penerima kuasa (nama, profesi, alamat)
· Subjek tergugat & objek gugatan;
· Kompetensi relative;
· Penyebutan kewenangan penerima kuasa (khusus) secara limitatif;
· (hak upah, hak subtitusi jika di perlukan);
· Tanda tangan para pihak, tempat dan tanggal pembuatan serta ditempeli materai.

Suatu surat gugat harus memenuhi dua syarat, yaitu:
1. Syarat Formil
Gugatan harus memuat nama, kewarganegaraan, tempat tinngal, pekerjaan penggugat maupu kuasanya (termasuk melampirkan surat kuasa jika memakai kuasa) dan nama jabatan
dan tempat kedudukan tergugat.
2. Syarat Materiil
Gugatan harus memuat posita (dasar atau alasan-alasan gugatan) dan petitum (tuntutan baik tuntutan pokok maupun tambahan (ganti rugi dan/atau rehabilitasi)).

Adapun kerangka Surat Gugat sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU PTUN, adalah sebagai berikut:
(1) Gugatan harus memuat :
a.nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan penggugat, atau kuasanya;
b.nama, jabatan, dan tempat kedudukan tergugat;
c. dasar gugatan dan hal yang diminta untuk diputuskan oleh Pengadilan.
(2) Apabila gugatan dibuat dan ditandatangani oleh seorang kuasa penggugat, maka gugatan harus disertai surat kuasa yang sah.
(3) Gugatan sedapat mungkin juga disertai Keputusan Tata Usaha Negara. yang disengketakan oleh penggugat.

Alasan gugatan sebagaimana diatur dalam UU No.5 Th. 1986 diatur dalam Pasal 53 ayat
(2), yaitu:

a) Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku;
b) Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut (Melanggar larangan penyalahgunaan wewenang / detournement de pouvior);
c) Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputsan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut (melanggar larangan willekeur/ sewenang-wenang ).

Meskipun dalam Pasal 53 ayat (2) haya ditentukan 3 alasan dalam mengajukan gugatan, akan tetapi dalam yurisprudensi dan doktrin dikenal pula adanya alasan gugatan berdasarkan asas-asas umum pemerintahan yang baik/layak/patut (AUPB/L/P). Setelah perubahan UU PTUN, yaitu
dengan UU No.9 Th. 2004, alasan gugatan menjadi dua macam, yaitu:
a) Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku,
b) Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Dalam penjelasan Pasal 53 ayat (2) dijelaskan, bahwa yang dimaksud dengan .asas-asas umum pemerintahan yang baik. adalah meliputi asas: kepastian hukum; tertib penyelenggaraan negara; keterbukaan; proporsionalitas; profesionalitas; akuntabilitas, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Dengan penafsiran otentik sebagaimana Penjelasan Pasal 53 tersebut, sebenarnya dapat timbul beberapa pertanyaan mendasar, yaitu: pertama, bagaimanakah kedudukan AUPB doktrinal dalam kaitannya dengan alasan gugatan, kedua, mengapa dalam penjelasan tersebut hanya diuraikan 6 asas, padahal UU No.28 Tahun 1999 menyebutkan 7 asas.

Dalam pada itu, untuk menganalisa apakah suatu KTUN itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat digunakan ukuran dibawah ini. Pejabat Tata Usaha Negara dikatakan telah melanggar peraturan perundang-undangan, jika Keputusan yang diterbitkan:

(1) Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat prosedural/formal;
(2) Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat materiil/Subtansial;
(3) Dikeluarkan oleh Badan/Pejabat tata usaha negara yang tidak berwenang, dalam hal keputusan dikeluarkan oleh:
a. Pejabat yang membuat keputusan tidak memiliki kewenangan tersebut, dalam arti keputusan tersebut tidak ada dasarnya dalam peraturan perundang-undangan;
b. Pejabat yang membuat keputusan melampaui kewenangan karena wilayah hukumnya diluar batas kewenangannya;
c. Badan/Pejabat TUN belum berwenang atau tidak berwenang lagi mengeluarkan Keputusan TUN, artinya dari segi waktu Badan/Pejabat TUN belum berwenang atau tidak berwenang lagi mengeluarkan keputusan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar